Minggu, 26 Desember 2010

Raden Setyaki, Singamulang jaya, Bimo kunthing.

Satyaki (Sansekerta: सत्यकि) (alias Yuyudhana) adalah seorang tokoh dalam wiracarita Mahabharata. Ia berasal dari bangsa Wangsa Wresni yang memihak para Pandawa dalam perang Baratayuda. Ia merupakan satu-satunya sekutu Pandawa selain Kresna yang masih hidup setelah perang berakhir.
Dalam pewayangan Jawa, Satyaki merupakan sepupu Kresna dan Pandawa. Ia berasal dari Kerajaan Lesanpura yang tinggal di Kasatriyan Swalabumi.

Satyaki adalah putra Satyaka, sedangkan Satyaka adalah putra Sini, seorang pemuka bangsa Wresni. Sini merupakan tokoh yang melamar Dewaki sebagai istri Basudewa. Dalam peristiwa itu ia harus bersaing dengan Somadatta ayah Burisrawa. Dari perkawinan Basudewa dan dewaki kemudian lahirlah Kresna.

Menurut versi pewayangan Jawa, Satyaki adalah putra Satyajit raja Kerajaan Lesanpura. Satyajit merupakan adik termuda Basudewa dan Kunti. Dengan kata lain, Satyaki adalah adik sepupu Kresna dan para Pandawa

Satyaki adalah putra pasangan Satyajit dan Warsini. Sementara itu, Satyajit merupakan nama lain dari Ugrasena. Dari perkawinan Satyajit dengan Warsini lahir Satyaboma dan Satyaki. Satyajit sendiri merupakan adik dari Kunti.

Jadi, versi pewayangan Jawa menggabungkan Ugrasena, Satyajit, Sartajit, dan Purujit menjadi satu orang tokoh saja, yaitu Satyajit raja Lesanpura, ayah dari Satyaki dan Satyaboma.
Sementara itu, tokoh Satyaka dalam pewayangan Jawa bukan sebagai ayah Satyaki, melainkan nama putra Satyaboma. Dengan kata lain, Satyaka versi Jawa adalah keponakan Satyaki.

sejarah kelahiran raden Setyaki

ketika Warsini mengandung, ia mengidam ingin bertamasya menunggang macan putih. Satyajit mendatangkan para keponakannya, yaitu Kresna, Baladewa dan para Pandawa untuk ikut membantu. Ternyata yang berhasil menangkap macan putih idaman Warsini adalah Kresna. Namun, macan putih tersebut penjelmaan Singamulangjaya, patih Kerajaan Swalabumi yang diutus rajanya, yaitu Prabu Satyasa untuk menculik Warsini. Singamulangjaya segera membawa Warsini kabur begitu naik ke punggungnya.
Kresna yang dicurigai Satyajit segera mengejar Singamulangjaya. Di tengah jalan, Singamulangjaya mencoba mengeluarkan isi kandungan Warsini. Lahirlah seorang bayi yang bukannya mati, namun justru bertambah besar setelah dihajar Singamulangjaya. Akhirnya, bayi tersebut berubah menjadi pemuda dan membunuh Singamulangjaya. Arwah Singamulangjaya bersatu ke dalam diri pemuda itu.
Warsini memberi nama putranya yang sudah dewasa dalam waktu singkat itu dengan nama Satyaki. Kresna pun menemukan mereka berdua. Bersama mereka menyerang dan membunuh Satyasa sebagai sumber masalah. Satyaki kemudian menduduki Kerajaan Swalabumi sebagai daerah kekuasaannya.

Sayembara untuk Setyaboma

dikisahkan Satyaboma dilamar oleh Drona dengan dukungan para Korawa. Tujuan lamaran ini hanya sekadar untuk menjadikan Kerajaan Lesanpura sebagai sekutu Kerajaan Hastina. Satyaki segera mengumumkan sayembara bahwa jika ingin menikahi kakaknya harus bisa mengalahkan dirinya terlebih dulu. Satu per satu para Korawa maju namun tidak ada yang mampu mengalahkan Satyaki. Bahkan, Drona sekalipun dikalahkannya. Arjuna selaku murid Drona maju atas nama gurunya. Satyaki yang gentar meminta bantuan Kresna. Maka, Kresna pun meminjamkan Kembang Wijayakusuma kepada Satyaki.
Dengan berbekal bunga pusaka milik Kresna, Satyaki dapat menahan serangan Arjuna, bahkan berhasil mengalahkan Pandawa nomor tiga tersebut. Ternyata Kresna juga melamar Satyaboma untuk dirinya sendiri. Dalam pertarungan adu kesaktian, Kresna berhasil mengalahkan Satyaki dan mempersunting Satyaboma.
Dari perkawinan antara Kresna dan Satyaboma lahir seorang putra bernama Satyaka.

keluarga R. Srtyaki

Setyaki hanya memiliki seorang putra saja bernama Sangasanga yang tetap hidup sampai perang berakhir. Sangasanga kemudian menjadi raja Kerajaan Lesanpura sepeninggal Satyajit dan Satyaki. Meskipun demikian, ia tetap mengabdi sebagai panglima Kerajaan Hastina pada masa pemerintahan Parikesit cucu Arjuna. Sangasanga merupakan putra Satyaki dari perkawinannya dengan Trirasa.

Dalam perang Bharatayuda jaya binangun

Peran Satyaki tampak menonjol pada hari ke-14 di mana ia ditugasi Arjuna untuk menjaga Yudistira dari serangan Drona. Menurut versi Mahabharata, Arjuna merupakan guru Satyaki dalam ilmu memanah. Sementara itu menurut versi Jawa, murid Arjuna adalah Srikandi yang kemudian menjadi istrinya.
Pada hari tersebut Arjuna bergerak mencari Jayadrata yang telah menyebabkan putranya, yaitu Abimanyu tewas. Satyaki sendiri mati-matian melindungi Yudistira yang hendak ditangkap hidup-hidup oleh Drona sebagai sandera.
Drona adalah guru Arjuna, sedangkan Satyaki adalah murid Arjuna. Namun, dalam pertempuran itu Drona memuji kesaktian Satyaki setara dengan Parasurama, yaitu guru Drona sendiri.
Setelah keadaan aman, Yudistira memaksa Satyaki pergi membantu Arjuna. Dalam keadaan letih, Satyaki menerobos barisan sekutu Korawa yang menghadangnya. Tidak terhitung jumlahnya yang mati. Namun ia sendiri bertambah letih.
Burisrawa maju menghadang Satyaki. Pertarungan tersebut akhirnya dimenangkan Burisrawa. Dengan pedang di tangan ia siap membunuh Satyaki yang sudah jatuh pingsan. Adapun Burisrawa merupakan putra Somadatta yang dulu dikalahkan Sini kakek Satyaki sewaktu melamar Dewaki.
Arjuna yang mengendarai kereta dengan Kresna sebagai kusir sudah mendekati tempat persembunyian Jayadrata. Kresna memintanya untuk berbalik membantu Satyaki. Mula-mula Arjuna menolak karena hal itu melanggar peraturan. Namun, Kresna berhasil meyakinkan Arjuna bahwa sudah menjadi kewajibannya untuk menolong Satyaki yang sudah bersusah payah datang membantunya.
Arjuna akhirnya memanah lengan Burisrawa sampai putus. Burisrawa terkejut dan menuduh Arjuna berbuat curang. Arjuna membantah karena Burisrawa sendiri hendak membunuh Satyaki yang sudah pingsan serta kemarin ikut serta mengeroyok Abimanyu.
Burisrawa sadar atas kesalahannya. Ia pun duduk bermeditasi. Tiba-tiba Satyaki sadar dari pingsan dan langsung memungut potongan lengan Burisrawa yang masih memegang pedang. Dengan menggunakan pedang itu ia membunuh Burisrawa.
Menurut versi Kakawin Bharatayuddha, Satyaki membunuh Burisrawa menggunakan pedang Mangekabhama, menurut versi Serat Bratayuda menggunakan panah Nagabanda, sedangkan menurut versi pewayangan menggunakan gada Wesikuning.

Kematian R.Setyaki

Kematian Satyaki terdapat dalam Mahabharata bagian ke-16 berjudul Mausalaparwa. Dikisahkan selang 36 tahun setelah pertempuran di Kurukshetra berakhir, bangsa Wresni dan Yadawa mengadakan upacara di tepi pantai Pramanakoti. Meskipun ada larangan untuk tidak membawa minuman keras, namun tetap saja ada yang melanggar.
Akibatnya, mereka pun berpesta mabuk-mabukan. Dalam keadaan tidak sadar, Satyaki mengejek Kretawarma yang dulu memihak Korawa sebagai pengecut karena menyerang perkemahan Pandawa pada waktu malam. Sebaliknya, Kretawarma juga mengejek Satyaki yang membunuh Burisrawa secara licik.
Satyaki yang sudah sangat mabuk segera membunuh Kretawarma. Akibatnya, orang-orang pun terbagi menjadi dua,sebagian membela Satyaki, sebagian membela Kretawarma. Mereka semua akhirnya saling bunuh dan semua tumpas.







.

Jumat, 24 Desember 2010

selamat natal dan tahun baru 2010-2011

mekipun saya umat kanjeng nabi muhammad SAW tetapi saya toleransi antar umat beragama.

saya segenap penerbit blog dan crew mengucapkan

" salamat natal dan tahunbaru 2010-2011 "

semoga diawal tahun yang baru ini kita bisa menambah karya-karya kita

dan jangan lupa luangkanlah waktumu untuk membuat

sesuatu hal yang positif

salam
penerbit blog


ki dalang agung prabowo

Ruwatan dalam tradisi jawa, madura, bali

 sang dalang kandha buwana

Ruwatan merupakan sebuah tradisi jawa dimana menurut mitos bertujuan untuk membebaskan orang, komunitas, kelompok, bahkan negara dari mara bahaya.

inti dari ruwatan adalah do'a yang dipanjatkan kepada Allah S.W.T agar di beri perlindungan lahir maupun batin.

orang jawa beranggapan bahwa melalui upacara-upacara tradisinal ini mereka dapat secara langsung meminta dan memohon perlindungan kepada Tuhan Yang Maha Esa .

dari articel yang saya ambil dari wikipedia mengenai makna yang terdapat pada ruwatan adalah:
"mbale'ake neng keadaan sedurunge" ( mengembalikan kembali keadaan menjadi seperti sebelumnya)

sejarah ruwatan berasal dari cerita etos pewayangan yaitu Murwakala.


Ruwantan juga memerlukan sesajen untuk melakukan kegiatan Ruwatan tersebut.

tujuan dari sajen adalah mengungkapkan rasa syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan menghidarkan dari mara bahaya

Sejarah sajen/sesaji ini adalah "Tradisi sesajen wis ana kawit pertama menungsa ana neng bumi" (dari pertama manusia ada di muka bumi) yang berarti sajen ada ketika manusia ada di muka bumi ini "wawllahualam"

sesajen yang di gunakansebagai media adalah: 

* tetuwuhan
* api ( kemenyan ) yang akan i gunakan sang dalang sangga buwana 
* kain mori putih 3 meter ( saebagai alas tempat duduk sang dalang )
* macam-macam nasi antara lain;
    * nasi golong
    * nasi wuduk 
    * nasi kuning
* gawangan kelir
* bermacam-macam jenang : jenang merah, putih, kaleh, baro-baro (aneka bubur)
* jajan pasar
* sata kewan (hewan) sepasang ayam jawa, sepasang bebk, & sepasang burung dara.
* sajen guwangan (sesaji yang di buang /dilarung)
* air yang digunakan untuk mandi bagi yang diruwat. 
Yang menjadi tadah kala mangsa bhatara kala  (makanan dari sangraksasa) adalah:

1. Ontang-Anting, yaitu anak tunggal laki-laki atau perempuan

2. Uger-Uger Lawang, yaitu dua orang anak yang kedua-duanya laki-laki dengan catatan tidak anak yang meninggal

3. Sendhang Kapit Pancuran, yaitu 3 orang anak, yang sulung dan yang bungsu laki-laki sedang anak yang ke 2 perempuan

4. Pancuran Kapit Sendhang, yaitu 3 orang anak, yang sulung dan yang bungsu perempuan sedang anak yang  ke 2 laki-laki

5. Anak Bungkus, yaitu anak yang ketika lahirnya masih terbungkus oleh selaput pembungkus bayi ( placenta )

6. Anak Kembar, yaitu dua orang kembar putra atau kembar putri atau kembar "dampit" yaitu seorang laki-laki dan seorang perempuan ( yang lahir pada saat bersamaan )

7. Kembang Sepasang, yaitu sepasang bunga yaitu dua orang anak yang kedua-duanya perempuan

8. Kendhana-Kendhini, yaitu dua orang anak sekandung terdiri dari seorang laki-laki dan seorang perempuan

9. Saramba, yaitu 4 orang anak yang semuanya laki-laki

10. Srimpi, yaitu 4 orang anak yang semuanya perempuan

11. Mancalaputra atau Pandawa, yaitu 5 orang anakyang semuanya laki-laki

12. Mancalaputri, yaitu 5 orang anak yang semuanya perempuan

13. Pipilan, yaitu 5 orang anak yang terdiri dari 4 orang anak perempuan dan 1 orang anak laki-laki

14. Padangan, yaitu 5 orang anak yang terdiri dari 4 orang laki-laki dan 1 orang anak perempuan

15. Julung Pujud, yaitu anak yang lahir saat matahari terbenam

16. Julung Wangi, yaitu anak yang lahir bersamaan dengan terbitnya matahari

17. Julung Sungsang, yaitu anak yang lahir tepat jam 12 siang

18. Tiba Ungker, yaitu anak yang lahir, kemudian meninggal

19. Jempina, yaitu anak yang baru berumur 7 bulan dalam kandungan sudah lahir

20. Tiba Sampir, yaitu anak yang lahir berkalung usus

21. Margana, yaitu anak yang lahir dalam perjalanan

22. Wahana, yaitu anak yang lahir dihalaman atau pekarangan rumah

23. Siwah atau Salewah, yaitu anak yang dilahirkan dengan memiliki kulit dua macem warna, misalnya hitam dan putih

24. Bule, yaitu anak yang dilahirkan berkulit dan berambut putih " bule "

25. Kresna, yaitu anak yang dilahirkan memiliki kulit hitam

26. Walika, yaitu anak yang dilahirkan berwujud bajang atau kerdil

27. Wungkuk, yaitu anak yang dilahirkan dengan punggung bengkok

28. Dengkak, yaitu anak yang dilahirkan dengan punggung menonjol, seperti punggung onta

29. Wujil, yaitu anak yang lahir dengan badan cebol atau pendek

30. Lawang Menga, yaitu anak yang dilahirkan bersamaan keluarnya " Candikala " yaitu ketika warna langit merah kekuning-kuningan

31. Made, yaitu anak yang lahir tanpa alas ( tikar )

32. Orang yang ketika menanak nasi, merobohkan " Dandhang " ( tempat menanak nasi )

33. Memecahkan " Pipisan " dan mematahkan " Gandik " ( alat landasan dan batu penggiling untuk menghaluskan ramu-ramuan obat tradisional

34. Orang yang bertempat tinggal di dalam rumah yang tak ada " tutup keyongnya "

35. Orang tidur di atas kasur tanpa sprei ( penutup kasur )

36. Orang yang membuat pepajangan atau dekorasi tanpa samir atau daun pisang

37. Orang yang memiliki lumbung atau gudang tempat penyimpanan padi dan kopra tanpa diberi alas dan atap

38. Orang yang menempatkan barang di suatu tempat ( dandhang - misalnya ) tanpa ada tutupnya

39. Orang yang membuat kutu masih hidup

40. Orang yang berdiri ditengah-tengah pintu

41. Orang yang duduk didepan ( ambang ) pintu

42. Orang yang selalu bertopang dagu

43. Orang yang gemar membakar kulit bawang

44. Orang yang mengadu suatu wadah atau tempat ( misalnya dandhang diadu dengan dandhang )

45. Orang yang senang membakar rambut

46. Orang yang senang membakar tikar dengan bambu ( galar )

47. Orang yang senang membakar kayu pohon " kelor "

48. Orang yang senang membakar tulang

49. Orang yang senang menyapu sampah tanpa dibuang atau dibakar sekaligus

50. Orang yang suka membuang garam

51. Orang yang senang membuang sampah lewat jendela

52. Orang yang senang membuang sampah atau kotoran dibawah ( dikolong ) tempat tidur

53. Orang yang tidur pada waktu matahari terbit

54. Orang yang tidur pada waktu matahari terbenam ( wayah surup )

55. Orang yang memanjat pohon disiang hari bolong atau jam 12 siang ( wayah bedhug )

56. Orang yang tidur diwaktu siang hari bolong jam 12 siang

57. Orang yang menanak nasi, kemuadian ditinggal pergi ketetangga

58. Orang yang suka mengaku hak orang lain

59. Orang yang suka meninggalkan beras di dalam " lesung " ( tempat penumbuk nasi )

60. Orang yang lengah, sehingga merobohkan jemuran " wijen " ( biji-bijian ) 


Selesai upacara ngruwat, bambu gading yang berjumlah lima ros ditanam pada kempat ujung rumah disertai empluk (tempayan kecil) yang berisi kacang hijau , kedelai hitam, ikan asin, kluwak, kemiri, telur ayam dan uang dengan diiringi doa mohon keselamatan dan kesejahteraan serta agar tercapai apa yang dicita citakan.

mungkin itu adalah secarik article yang mungkin saya buat dalam rangka mengisi waktu luang 
jika ada kata-kata yang salah maupun info yang kurng tepat mohon di maafkan ...............

Jumat, 17 Desember 2010

Arjuna Wiwaha from WIKI

Niwātakawaca, seorang raksasa (daitya) mempersiapkan diri untuk menyerang dan menghancurkan kahyangan Batara Indra. Karena raksasa itu tak dapat dikalahkan, baik oleh seorang dewa maupun oleh seorang raksasa, maka Batara Indra memutuskan untuk meminta bantuan dari seorang manusia. Pilihan tidak sukar dan jatuh pada sang Arjuna yang sedang bertapa di gunung Indrakīla. Namun sebelum Arjuna diminta bantuannya, terlebih dahulu harus diuji ketabahannya dalam melakukan yoga, karena ini juga merupakan jaminan agar bantuannya benar-benar membawa hasil seperti yang diharapkan.
Maka tujuh orang bidadari yang kecantikannya sungguh menakjubkan dipanggil. Kedua bidadari yang terpenting bernama Suprabhā dan Tilottamā, mereka semua diperintahkan untuk mengunjungi Arjuna lalu mempergunakan kecantikan mereka untuk merayunya.
Maka berjalanlah para bidadari melalui keindahan alam di gunung Indrakīla menuju tempat bertapanya sang Arjuna. Mereka beristirahat di sebuah sungai lalu menghias diri dan membicarakan bagaimana cara terbaik untuk mencapai tujuan mereka.
Mereka sampai pada gua tempat Arjuna duduk, terserap oleh samadi, lalu memperlihatkan segala kecantikan mereka dan mempergunakan segala akal yang dapat mereka pikirkan guna menggodanya, tetapi sia-sia belaka. Dengan rasa kecewa mereka pulang ke kahyangan dan melapor kepada batara Indra. Namun bagi para dewa kegagalan mereka merupakan suatu sumber kegembiraan, karena dengan demikian terbuktilah kesaktian Arjuna.
Tertinggallah hanya satu hal yang masih disangsikan: apakah tujuan Arjuna dengan mengadakan yoga semata-mata untuk memperoleh kebahagiaan dan kekuasaan bagi dirinya sendiri, sehingga ia tidak menghiraukan keselamatan orang lain? Maka supaya dalam hal yang demikian penting itu dapat diperoleh kepastian, Indra sendiri yang menjenguk Arjuna dengan menyamar sebagai seorang resi tua yang telah pikun dan bungkuk. Sang resi tua ini berpura-pura batuk dan lalu disambut dengan penuh hormat oleh sang Arjuna yang sebentar menghentikan tapanya dan dalam diskusi falsafi yang menyusul terpaparlah suatu uraian mengenai kekuasaan dan kenikmatan dalam makna yang sejati. Dalam segala wujudnya, termasuk kebahagiaan di sorga, kekuasaan dan nikmat termasuk dunia semu dan ilusi; karena hanya bersifat sementara dan tidak mutlak, maka tetap jauh dari Yang Mutlak. Barangsiapa ingin mencapai kesempurnaan dan moksa, harus menerobos dunia wujud dan bayang-bayang yang menyesatkan, jangan sampai terbelenggu olehnya. Hal seperti ini dimengerti oleh Arjuna. Ia menegaskan, bahwa satu-satunya tujuannya dalam melakukan tapa brata ialah memenuhi kewajibannya selaku seorang ksatria serta membantu kakaknya Yudistira untuk merebut kembali kerajaannya demi kesejahteraan seluruh dunia. Indra merasa puas, mengungkapkan siapakah dia sebenarnya dan meramalkan, bahwa Batara Siwa akan berkenan kepada Arjuna, lalu pulang. Arjuna meneruskan tapa-bratanya.
Dalam pada itu raja para raksasa telah mendengar berita apa yang terjadi di gunung Indrakila. Ia mengutus seorang raksasa lain yang bernama Mūka untuk membunuh Arjuna. Dalam wujud seekor babi hutan ia mengacaukan hutan-hutan di sekitarnya. Arjuna, terkejut oleh segala hiruk-pikuk, mengangkat senjatanya dan keluar dari guanya. Pada saat yang sama dewa Siwa, yang telah mendengar bagaimana Arjuna melakukan yoga dengan baik sekali tiba dalam wujud seorang pemburu dari salah satu suku terasing, yaitu suku Kirāṭa. Pada saat yang sama masing-masing melepaskan panah dan babi hutan tewas karena lukanya. Kedua anak panah ternyata menjadi satu. Terjadilah perselisihan antara Arjuna dan orang Kirāṭa itu, siapa yang telah membunuh binatang itu. Perselisihan memuncak menjadi perdebatan sengit. Panah-panah Siwa yang penuh sakti itu semuanya ditanggalkan kekuatannya dan akhirnya busurnya pun dihancurkan. Mereka lalu mulai berkelahi. Arjuna yang hampir kalah, memegang kaki lawannya, tetapi pada saat itu wujud si pemburu lenyap dan Siwa menampakkan diri.
Batara Siwa bersemayam selaku ardhanarīśwara 'setengah pria, setengah wanita' di atas bunga padma. Arjuna memujanya dengan suatu madah pujian dan yang mengungkapkan pengakuannya terhadap Siwa yang hadir dalam segala sesuatu. Siwa menghadiahkan kepada Arjuna sepucuk panah yang kesaktiannya tak dapat dipatahkan; namanya Pasupati. Sekaligus diberikan kepadanya pengetahuan gaib bagaimana mempergunakan panah itu. Sesudah itu Siwa lenyap.
Tengah Arjuna memperbincangkan, apakah sebaiknya ia kembali ke sanak saudaranya, datanglah dua apsara 'makhluk setengah dewa setengah manusia', membawa sepucuk surat dari Indra; ia minta agar Arjuna bersedia menghadap, membantu para dewa dalam rencana mereka untuk membunuh Niwatakawaca. Arjuna merasa ragu-ragu, karena ini berarti bahwa ia lebih lama lagi terpisah dari saudara-saudaranya, tetapi akhirnya ia setuju. Ia mengenakan sebuah kemeja ajaib bersama sepasang sandal yang dibawa oleh kedua apsara, dan lewat udara menemai mereka ke kahyangan batara Indra. Ia disambut dengan riang gembira dan para bidadari merasa tergila-gila. Indra menerangkan keadaan yang tidak begitu menguntungkan bagi para dewa akibat niat jahat Niwatakawaca. Raksasa itu hanya dapat ditewaskan oleh seorang manusia, tetapi terlebih dahulu mereka harus menemukan titik lemahnya. Sang bidadari Suprabha yang sudah lama diincar oleh raksasa itu, akan mengunjunginya dan akan berusaha untuk mengatahui rahasianya dengan ditemani oleh Arjuna. Arjuna menerima tugas itu dan mereka turun ke bumi. Suprabha pura-pura malu karena hubungan mereka nampak begitu akrab, akibat tugas yang dibebankan kepada mereka. Dalam kepolosannya Suprabha tidak menghiraukan kata-kata manis Arjuna dan berusaha membelokkan percakapan mereka ke hal-hal lain. Waktu sore hari mereka sampai ke tempat kediaman si raja raksasa; di sana tengah diadakan persiapan-persiapan perang melawan para dewata. Sang Suprabha, sambil membayangkan bagaimana ia akan diperlakukan oleh Niwatakawaca, merasa tidak berani melaksanakan apa yang ditugaskan kepadanya, tetapi ia diberi semangat oleh Arjuna. Ia pasti akan berhasil asal ia mempergunakan segala rayuan seperti yang diperlihatkan ketika Arjuna sedang bertapa di dalam gua, biarpun pada waktu itu tidak membuahkan hasil.
Suprabha menuju sebuah sanggar mestika (balai kristal murni), di tengah-tengah halaman istana. Sementara itu Arjuna menyusul dari dekat. Namun Arjuna memiliki aji supaya ia tidak dapat dilihat orang. Itulah sebabnya mengapa para dayang-dayang yang sedang bercengkerama di bawah sinar bulan purnama, hanya melihat Suprabha. Beberapa dayang-dayang yang dulu diboyong ke mari dari istana Indra, mengenalinya dan menyambutnya dengan gembira sambil menanyakan bagaimana keadaan di kahyangan. Suprabha menceritakan, bagaimana ia meninggalkan kahyangan atas kemauannya sendiri, karena tahu bahwa itu akan dihancurkan; sebelum ia bersama dengan segala barang rampasan ditawan, ia menyeberang ke Niwatakawaca. Dua orang dayang-dayang menghadap raja dan membawa berita yang sudah sekian lama dirindukannya. Seketika ia bangun dan menuju ke taman sari. Niwatakawaca pun menimang dan memangku sang Suprabha. Suprabha menolak segala desakannya yang penuh nafsu birahi dan memohon agar sang raja bersabar sampai fajar menyingsing. Ia merayunya sambil memuji-muji kekuatan raja yang tak terkalahkan itu, lalu bertanya tapa macam apa yang mengakibatkan ia dianugerahi kesaktian yang luar biasa oleh Rudra. Niwatakawaca terjebak oleh bujukan Suprabha dan membeberkan rahasianya. Ujung lidahnya merupakan tempat kesaktiannya. Ketika Arjuna mendengar itu ia meninggalkan tempat persembunyiannya dan menghancurkan gapura istana. Niwatakawaca terkejut oleh kegaduhan yang dahsyat itu; Suprabha mempergunakan saat itu dan melarikan diri bersama Arjuna.
Meluaplah angkara murka sang raja yang menyadari bahwa ia telah tertipu; ia memerintahkan pasukan-pasukannya agar seketika berangkat dan berbaris melawan para dewa-dewa. Kahyangan diliputi suasana gembira karena Arjuna dan Suprabha telah pulang dengan selamat. Dalam suatu rapat umum oleh para dewa diperbincangkan taktik untuk memukul mundur si musuh, tetapi hanya Indra dan Arjuna yang mengetahui senjata apa telah mereka miliki karena ucapan Niwatakawaca yang kurang hati-hati. Bala tentara para dewa, apsara dan gandharwa menuju ke medan pertempuran di lereng selatan pegunungan Himalaya.
Menyusullah pertempuran sengit yang tidak menentu, sampai Niwatakawaca terjun ke medan laga dan mencerai-beraikan barisan para dewa yang dengan rasa malu terpaksa mundur. Arjuna yang bertempur di belakang barisan tentara yang sedang mundur, berusaha menarik perhatian Niwatakawaca. Pura-pura ia terhanyut oleh tentara yang lari terbirit-birit, tetapi busur telah disiapkannya. Ketika raja para raksasa mulai mengejarnya dan berteriak-teriak dengan amarahnya, Arjuna menarik busurnya, anak panah melesat masuk ke mulut sang raja dan menembus ujung lidahnya. Ia jatuh tersungkur dan mati. Para raksasa melarikan diri atau dibunuh, dan para dewa yang semula mengundurkan diri, kini kembali sebagai pemenang. Mereka yang tewas dihidupkan dengan air amrta dan semua pulang ke sorga. Di sana para istri menunggu kedatangan mereka dengan rasa was-was jangan-jangan suami mereka lebih suka kepada wanita-wanita yang ditawan, ketika mereka merampas harta para musuh. Inilah satu-satunya awan yang meredupkan kegembiraan mereka.
Kini Arjuna menerima penghargaan bagi bantuannya. Selama tujuh hari (menurut perhitungan di sorga, dan ini sama lama dengan tujuh bulan di bumi manusia) ia akan menikmati buah hasil dari kelakuannya yang penuh kejantanan itu: ia akan bersemayam bagaikan seorang raja di atas singgasana Indra. Setelah ia dinobatkan, menyusullah upacara pernikahan sampai tujuh kali dengan ketujuh bidadari. Satu per satu, dengan diantar oleh Menaka, mereka memasuki ruang mempelai. Yang pertama datang ialah Suprabha, sesudah perjalanan mereka yang penuh bahaya, dialah yang mempunyai hak pertama. Kemudian Tilottama lalu ke lima yang lain, satu per satu; nama mereka tidak disebut. Hari berganti hari dan Arjuna mulai menjadi gelisah. Ia rindu akan sanak saudaranya yang ditinggalkannya. Ia mengurung diri dalam sebuah balai di taman dan mencoba menyalurkan perasaannya lewat sebuah syair. Hal ini tidak luput dari perhatian Menaka dan Tilottama. Yang terakhir ini berdiri di balik sebatang pohon dan mendengar, bagaimana Arjuna menemui kesukaran dalam menggubah baris penutup bait kedua. Tilottama lalu menamatkannya dengan sebuah baris yang lucu. Maka setelah tujuh bulan itu sudah lewat, Arjuna berpamit kepada Indra; ia diantar kembali ke bumi oleh Matali dengan sebuah kereta sorgawi. Kakawin ini ditutup dengan keluh kesah para bidadari yang ditinggalkan di sorga dan sebuah kolofon mpu Kanwa.

Minggu, 12 Desember 2010

Babad Alas Wonomarta

Terdorong rasa iba terhadap anak-anak Pandawa yang masih tergolong cucunya sendiri, menyerahkan Hutan Mertani ( Alas Wanamarta ) kepada Pandawa. Atas petunjuk Prabu Kresna, Raja Negara lima bersaudara raja jin. Mereka adalah yudhistira memerintah pusat pemerintahan, Alas Mertani dan keempat adiknya yang menguasai empat negara bagian, yaitu Arya Dandunwacana menguasai Negara Jodipati, Arya Dananjaya menguasai Negara Madukara, Detya Sapujagad menguasai Negara Sawojajar, dan Detya Sapulebu menguasai Negara Bawenatalun.

            Perjuangan Bima membuka Hutan Mertani mendapat tantangan prajurit jin dibawah pimpinan Arya Dandunwacana yang dibantu Detya Sapujagad, Detya Sapulebu, dan Detya Sapuangin, Senapati Perang Negara Mertani. Pada mulanya Bima yang dibantu Nakula dan Sadewa dapat mengalahkan lawan – lawannya. Tetapi ketika melawan Arya Dananjaya, Bima, Nakula, dan Sadewa dapat dijerat dengan ‘ Jala Sutra Emas ‘. Mereka diringkus dan dipenjarakan di Negara Mertani.

            Berkat khasiat ‘ Minyak Jayengkaton ‘ pemberian Begawan Wilawuk kepada Arjuna, yang apabila dioleskan pada kelopak mata akan dapat melihat alam gaib / makhluk dan kerajaan siluman, maka Arjuna berhasil membebaskan Bima, Nakula, dan Sadewa. Dengan khasiat Minyak Jayengkaton pula mereka dapat membuka tabir rahasia Hutan Mertani yang merupakan kerajaan siluman. Melalui peperangan yang seru, akhirnya semua raja jin dapat dikalahkan oleh Pandawa. Arya Dandunwacana dapat dikalahkan Bima, kemudian menyatu dalam tubuh Bima setelah menyerahkan Negara Jodipati. Arya Dananjaya dikalahkan Arjuna dan menyerahkan Negara Madukara .

            Demikian pula Detya Sapuangin, dapat dikalahkan Arjuna dan menjelma menjadi ajian Arjuna. Sehingga Arjuna dapat berlari secepat angin. Detya Sapujagad dan Detya Sapulebu dapat dikalahkan dan manunggal dalam tubuh Nakula dan Sadewa setelah menyerahkan Negara Sawojajar dan Bawenatalun. Prabu Yudhistira sendiri manunggal dalam tubuh Puntadewa, sehingga Puntadewa juga bernama Yudhistira. Sejak itu Negara Siluman Mertani berubah menjadi negara yang dapat dilihat dengan pandangan mata biasa, menjadi sebuah negara yang besar dan megah dan diganti namanya menjadi Negara Amarta.